Program Dospulkam IPB University Sosialisasikan Potensi Pengembangan Mangrove di Ujung Pangkah

Bogor – Tim dosen IPB University melalui Program Dosen Pulang Kampung (Dospulkam) menyelenggarakan sosialisasi strategis tentang potensi pengembangan ekosistem mangrove di Desa Ujung Pangkah Wetan, Gresik. Dipimpin oleh Prof. Sulistiono, tim yang beranggotakan Dr. Thomas Nugroho, Dudi Wildan, M.Si., dan Firsta Kusuma Yudha, M.Si., ini fokus mengoptimalkan fungsi Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Mangrove Ujung Pangkah seluas 1.554,27 hektar yang ditetapkan melalui Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/233/KPTS/013/2020.

Firsta Kusuma Yudha, M.Si., Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan IPB University, menegaskan pentingnya kawasan ini sebagai bentang alam vital. Ekosistem mangrove Ujung Pangkah bukan hanya benteng alami dari abrasi dan intrusi air laut, tetapi juga penyangga keanekaragaman hayati dan sumber ekonomi berbasis kelestarian melalui silvofisheries dan ekowisata,

Observasi tim mengidentifikasi kekayaan jenis mangrove lokal sebagai modal ekologis. Rhizophora stylosa dengan akar tunjangnya yang kokoh berperan menahan abrasi, sementara Rhizophora mucronata dan R. apiculata yang cepat tumbuh menjadi pilihan rehabilitasi. Jenis seperti Avicennia marina dengan akar napasnya menyaring air, dan Bruguiera gymnorrhiza dengan akar lutut menstabilkan tanah muara. Keanekaragaman ini menopang kehidupan kepiting bakau, udang, ikan, serta menjadi habitat burung migran.

Interaksi masyarakat dengan mangrove telah berlangsung turun-temurun dalam bentuk multifungsi. Selain sebagai pelindung pemukiman dan lahan pertanian, warga memanfaatkan lahan suksesi untuk tambak tradisional, mengambil kayu bakar dan bahan bangunan terbatas, serta mengembangkan ekowisata swadaya seperti susur sungai dan pengamatan burung. Hubungan simbiosis ini menunjukkan mangrove sebagai tulang punggung ketahanan ekologi-sosio-ekonomi masyarakat pesisir.

Kegiatan sosialisasi digelar pada 23-25 Mei 2025 dengan pendekatan partisipatif. Fokus utamanya adalah pengembangan sistem silvofisheries berbasis kelompok masyarakat. Materi menyoroti tiga pilar: fungsi ekologis mangrove, integrasinya dalam budidaya perikanan berkelanjutan (khususnya kepiting bakau), dan pengembangan pariwisata berbasis alam. Diskusi interaktif melibatkan pembudidaya, tokoh masyarakat, dan perwakilan pemerintah desa, menunjukkan antusiasme tinggi terhadap konsep pemberdayaan berbasis konservasi.

Implementasi langsung dilakukan melalui praktik lapangan di area pembibitan masyarakat. Tim dan warga menyiapkan lahan silvofisheries percontohan di kawasan yang ditanami Rhizophora mucronata dan R. apiculata. Pagar jaring dipasang untuk membatasi areal, diikuti pelepasan bibit kepiting bakau (Scylla serrata) sebagai komoditas unggulan. Langkah ini menjadi batu pertama model pemanfaatan ruang pesisir yang produktif sekaligus berkelanjutan.

Pada sesi teknis lanjutan, tim memaparkan tata kelola operasional silvofisheries: manajemen pakan, monitoring pertumbuhan kepiting, dan strategi memanfaatkan lahan sebagai destinasi wisata edukatif sebelum masa panen. Area ini berpotensi menjadi laboratorium alam bagi wisatawan, pelajar, dan peneliti. Konsep ini menawarkan nilai tambah ganda yaitu meningkatkan pendapatan dari budidaya sekaligus mempromosikan desa sebagai pusat ekowisata pesisir berkelanjutan.

Respons masyarakat sangat positif, tercermin dari partisipasi aktif selama pelatihan. Program ini berhasil meningkatkan pemahaman kolektif tentang nilai strategis mangrove melampaui sekadar kayu bakar. Masyarakat mulai melihat hutan bakau sebagai aset hidup yang mendukung ketahanan ekonomi melalui model terpadu silvofisheries-ekowisata.

Berdasarkan capaian ini, tim Dospulkam merekomendasikan aksi berkelanjutan. Pengembangan silvofisheries perlu dilanjutkan secara bertahap oleh kelompok masyarakat dengan pendampingan pemerintah desa dan lembaga terkait. Rehabilitasi area degradasi harus menjadi agenda rutin melalui penanaman mangrove melibatkan pemuda dan sekolah sebagai bentuk pendidikan lingkungan. Pelatihan teknis lanjutan meliputi manajemen pakan, pengendalian kualitas habitat, dan pemantauan kesehatan kepiting penting untuk dilakukan.

Untuk mengoptimalkan potensi ekowisata, diperlukan pengembangan sarana-prasarana dasar, strategi promosi digital, dan kolaborasi dengan perguruan tinggi/lembaga konservasi. Kunci keberhasilan ada pada sinergi tridarma: akademisi menyediakan inovasi, pemerintah daerah mendukung kebijakan dan infrastruktur, sementara komunitas lokal menjadi pelaku utama pengelolaan. Model kolaboratif ini diharapkan mewujudkan Desa Ujung Pangkah Wetan sebagai teladan desa pesisir tangguh yang harmonis dengan alam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *